SIKAP UMAT TERHADAP PERUBAHAN BENTUK KELENTENG MENJADI TITD DAN PERKEMBANGANNYA DI SURABAYA

Wahyu Widyasari Sandhy(1*), Elisa Christiana(2),


(1) 
(2) 
(*) Corresponding Author

Abstract


Kelenteng identik dengan tempat ibadah masyarakat Tionghoa. Pada masa pemerintahan Orde Baru kebudayaan dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan masyarakat Tionghoa dibatasi. Adanya kebijakan ini oleh masyarakat Tionghoa dirasakan berpengaruh juga terhadap kelenteng. Memasuki era reformasi, umat Tionghoa dapat bernafas lega dan atas bantuan pemerintah mereka yang beribadah di kelenteng dapat melakukan ritual keagamaan mereka tanpa rasa khawatir. Di Surabaya terdapat beberapa kelenteng yang dapat beradaptasi dalam menghadapi perubahan kebijakan pemerintah masa Orde Lama hingga sekarang. Skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara mewawancarai tujuh orang narasumber yang dapat memberikan keterangan mengenai kelenteng TITD selama tiga masa pemerintahan di Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua kelenteng TITD mengalami pergolakan karena kebijakan pemerintahan Orde Baru. Selain itu TITD sebagai wadah yang menaugi kelenteng memiliki peran penting untuk mengembangkan kelenteng hingga pada era Reformasi ini. 


Keywords


TITD, kelenteng, Surabaya

Full Text:

PDF

References


Gondomono. (1996). Membanting Tulang Menyembah Arwah. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Hadinoto. (2015). Komunitas Cina dan Perkembangan kota Surabaya (Abad XVIIII Sampai Pertengahan Abad XX). Yogyakarta: Ombak.

Kartono, J. (2012, December). STUDI TENTANG KONSEP TATANAN ARSITEKTUR TIONGHOA DI SURABAYA YANG DIBANGUN SEBELUM TAHUN 1945. DIMENSI(Journal of Architecture and Built Environment), Vol. 39(2), 3. Retrieved 5 19, 2016, from dimensi.petra.ac.id/index.php/ars/article/view/18690/18444

Lindsey, T., & Pausacker, H. (2005). Chinese Indonesians Remembering, Disorting, Forgetting. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

Lu, K. (1999, September 1). SEJARAH PERKEMBANGAN ORGANISASI KEAGAMAAN BUDDHA DI INDONESIA. Retrieved from Ohio University Libraries: https://www.library.ohiou.edu/indopubs/1999/09/01/0028.html

Moleong, L.J. (2013). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Noordjanah, A. (2010). Komunitas Tionghoa di Surabaya. Yogyakarta: Ombak.

Patton, M.Q. (2009). Metode evaluasi kualitatif. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Soenarto, R. R., & Tim , B. T. (2013). Budaya Tionghua Pecinan Semarang. Semarang: Perkumpulan Sosial Rasa Dharma.

Suryadinata, L. (2003). Antropologi Indonesia 71. Kebijakan Negara Indonesia terhadap Etnik Tionghoa: Dari Asimilasi ke Multikulturalisme?, 3.

Susanti, S. (2014). Teologi Buddha Tridharma. Riau: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM. Retrieved from http://repository.uin-suska.ac.id/3922/4/BAB%203.pdf

Tan, H. (2012, June 29). Tridharma Masa Kini. Retrieved from Tionghoa.info: http://www.tionghoa.info/tridharma-masa-kini/

Wibowo, I. (2000). Harga yang Harus Dibayar Sketsa Pergulatan Etnis Cina di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama bekerja sama dengan Pusat Studi Cina.

Widhiandono, D. (2008, Februari 3). Jawa Pos. Ong Khing Kiong Bapak Tridharma.




DOI: https://doi.org/10.9744/century.4.2.34-39

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




 

Indexed by : 

   

    

In cooperation with :

Tools :

 

Statistic Installed since 19 February 2019

View My Stats